Laporan Hasil Survei
Persepsi Warga DKI Jakarta terhadap
Pemilihan Wakil Gubernur DKI Jakarta:
“Warga Khawatir Politik-transaksional Anggota DPRD DKI Jakarta”
Pengantar
Proses pemilihan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang menggantikan posisi Sandiaga Shalahuddin Uno berlangsung penuh dinamika. Partai pengusung pasangan Gubernur/Wakil Gubernur pada Pilkada 2017, yakni Gerindra dan PKS, tampak kesulitan mencapai kesepakatan karena ada pihak tidak rela memberikan posisi Wagub DKI Jakarta kepada PKS.
Walaupun akhirnya kedua partai pengusung mengusulkan dua calon Wagub, yakni Nurmansjah Lubis (PKS) dan Ahmad Riza Patria (Gerindra), dinamika politik di gedung DPRD DKI Jakarta tidak mudah ditebak. Pembahasan Tata Tertib Pemilihan sempat ditunda beberapa kali karena pimpinan fraksi belum sepakat atau Ketua DPRD dikabarkan sakit. Negosiasi antar elite politisi belum tuntas terkait posisi Wagub DKI Jakarta yang berpengaruh secara nasional, sehingga melibatkan persetujuan para Ketua Umum partai-partai politik.
DKI Jakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia adalah barometer politik nasional. Untuk itu, perlu diketahui persepsi publik Jakarta tentang pemilihan Wagub DKI Jakarta yang akan dilakukan anggota DPRD DKI Jakarta. Apakah pemilihan Wagub pengganti dengan sistem perwakilan (DPRD) tetap membawa semangat kedaulatan rakyat (seperti tercermin dalam Pilkada langsung) atau sekadar politik transaksional antar elite politisi? Bahkan, tidak mustahil pemilihan Wagub DKI Jakarta hanya kesepakatan antara Pimpinan (Ketua Umum) partai-partai politik besar yang mendominasi kursi DPRD.
Lembaga Kajian Strategi dan Pembangunan (LKSP) melakukan survei persepsi publik DKI Jakarta pada periode 9-16 Februari 2020. Survei ingin mengetahui pandangan warga Jakarta tentang pemilihan Wagub dan siapa kandidat Wagub yang layak dipilih oleh DPRD DKI Jakarta, sehingga seluruh anggota DPRD DKI Jakarta bertanggung-jawab kepada publik atas putusan yang diambil. Survei dilakukan dengan dana mandiri, tidak terkait kepentingan individu atau lembaga manapun.
Metoda Survei
Jumlah responden yang disurvei sebanyak 400 orang, dengan tingkat kepercayaan 95% dan margin of error sebesar 4,9%. Metoda yang digunakan Modified Probability Sampling. Modified probability sampling adalah sebuah kombinasi antara probability dan non-probability sampling. Tahap pertama biasanya berdasarkan pada probability sampling. Tahap terakhir menggunakan non probability sampling.
Tahap pertama menggunakan Probability Proportional to Size (PPS) untuk menentukan sebaran jumlah sampel untuk seluruh Kabupaten/Kota dengan size jumlah DPT Pileg per kab/kota. Alokasi sampel menggunakan Compromised Allocation dengan nilai konstanta power antara 0 sampai 1 dan berbeda untuk masing-masing kab/kota.
Tahap kedua menentukan responden menggunakan haphazard sampling yaitu unit-unit yang terpilih sebagai sampel dengan sedikit perencanaan. Aplikasinya dengan memilih secara bergantian laki-laki dan perempuan yang dapat ditemui pewawancara. Hal ini dilakukan dalam rangka memenuhi keterwakilan menurut jenis kelamin yang proporsinya diupayakan seimbang. Wawancara tatap muka dengan responden dilakukan sesuai panduan survei.
Karakteristik Responden
Dari segi kelompok usia, responden yang disurvei cukup beragam. Yakni, usia 17-34 tahun sebanyak 46 persen, usia 35-55 tahun sebanyak 47 persen dan usia 55 tahun ke atas sebanyak 7 persen.
Jenis kelamin responden juga diupayakan berimbang, yakni lelaki (47 persen) dan perempuan (53 persen).
Tempat tinggal/asal responden tersebar di seluruh penjuru Jakarta, dengan proporsi terbesar Jakarta Timur (26 persen), Jakarta Barat (23 persen), Jakarta Selatan (21 persen), Jakarta Utara (17 persen), Jakarta Pusat (10 persen) dan Kepulauan Seribu (3 persen).
Pendidikan responden sebagian besar SLTA (38 persen), perguruan tinggi/akademi (23 persen), SLTP (17 persen) dan SD (17 persen), serta pasca sarjana (5 persen).
Kondisi ekonomi responden dapat dilihat dari besarnya pengeluaran, yakni warga yang berpengeluaran Rp 3.000.000 sampai dengan Rp 7.000.000 sebanyak 61 persen. Sementara warga yang berpengeluaran kurang dari Rp 3.000.000 sebanyak 23 persen dan warga berpengeluaran di atas Rp 7.000.000 sebanyak 21 persen.
Temuan dan Simpulan
- Pengetahuan warga tentang pemilihan Wagub DKI Jakarta ternyata sangat terbatas. Masih ada 39 persen responden yang tidak tahu bahwa proses pemilihan Wagub pengganti Sandiaga Uno sedang berlangsung dan sekarang dilakukan oleh DPRD DKI Jakarta.
- Dari 61 persen responden yang mengaku tahu ada pemilihan Wagub DKI Jakarta, ternyata cukup banyak yang tidak tahu (18,2 persen) siapa kandidat Wagub yang sedang digodok DPRD. Tidak heran jika nama Sandiaga Uno muncul kembali (3,3 persen), disamping nama Ahmad Syaikhu yang sudah diganti. Bahkan nama Djarot Saiful Hidayat, Ahmad Heryawan dan Tri Rismaharini bisa muncul dalam ingatan publik, termasuk termasuk Agus Harimurti Yudhoyono dan Haekal Hassan (dai kondang).
- Secara Top of Mind (pertanyaan terbuka) nama Nurmansjah Lubis (55,4 persen) lebih dikenal/dipilih oleh responden, sedang Ahmad Riza Patria (16.5 persen) lebih rendah meskipun tokoh nasional.
- Alasan responden untuk memilih kandidat Wagub DKI Jakarta, terutama karena faktor integritas (41 persen) dan kemampuan memimpin (38 persen). Selain itu faktor kecocokan (chemistry) dengan Gubernur DKI Jakarta (14 persen) dan kedekatan dengan warga (7 persen) tak kalah penting. Nurmansjah Lubis unggul di semua faktor itu.
- Warga memiliki kekhawatiran besar bahwa anggota DPRD DKI Jakarta akan terpengaruh politik transaksional (68 persen) dalam pemilihan Wagub DKI Jakarta. Sementara yang yakin tidak terpengaruh hanya sebagian kecil (8 persen) dan yang ragu cukup besar (24 persen). Kekhawatiran ini sangat beralasan sebab mengingatkan warga pada pengalaman di masa Orde Baru, ketika pemilihan kepala daerah dilakukan DPRD.
- Untuk menepis kekhawatiran tersebut, mayoritas responden (90 persen) mengusulkan dilakukan uji kelayakan (fit and proper test) kandidat Wagub DKI Jakarta secara terbuka dan disiarkan secara luas ke publik. Sementara yang tidak setuju uji kelayakan hanya kecil (7 persen).
Survei LKSP menemukan rendahnya pengetahuan warga DKI Jakarta tentang proses politik lokal yang sedang berlangsung di DPRD DKI Jakarta. Hal itu cukup mengejutkan karena warga Jakarta tergolong tinggi tingkat pendidikan dan terpapar informasi dari banyak kanal media massa atau media sosial. Tampaknya proses pergantian Wagub DKI Jakarta yang telah berlangsung lama menimbulkan apatisme tersendiri, sehingga banyak warga frustasi atau tak peduli.
DPRD DKI Jakarta memiliki tanggung-jawab untuk menyebarluaskan informasi penting yang sedang berlangsung. Disamping itu, anggota DPRD DKI Jakarta juga bertanggung-jawab untuk mendengar dan menyerap aspirasi rakyat Jakarta. Jangan sampai negosiasi elite (DPRD atau Pimpinan Parpol) mengorbankan esensi demokrasi (Pilkada langsung). Rakyat akan mencatat: apakah demokrasi di Ibukota Jakarta masih menjadi barometer politik di tingkat nasional?
Jakarta, 21 Februari 2020
Direktur LKSP : Dr. Astriana B. Sinaga
Koordinator Tim Survei : Dini Damayanti dan Dian Purnamasari
Anggota Tim Survei : Azizah, Ajeng, Anna, Cici, Devi, Nursyam, Reni, Ririn, Riyana, Suci, Titi, Yumna
Tim Monitoring Media : Iie Sumirat, Andika, Suranto
Koordinator Humas : Hafidz Muftisany