Jakarta — Lembaga Kajian Strategis dan Pembangunan (LKSP) bersama komunitas Sahabat Depok mengukur persepsi masyarakat Kota Depok terhadap situasi pandemi Covid-19.
Warga Depok adalah pasien pertama positif Covid-19 yang diumumkan oleh Pemerintah Pusat. Hingga kini Depok berstatus zona merah dan resmi diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Direktur Eksekutif LKSP Astriana B. Sinaga mengatakan survei dilaksanakan pada rentang 6-10 April 2020 dengan 549 responden yang layak olah data dari seluruh kelurahan di Depok (63 Kelurahan).
“Metoda penentuan responden menggunakan Krejcie-Morgan dengan margin of error 3,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Responden ditentukan secara acak dan equal size pada tiap kelurahan. Penentuan responden memperhatikan keseimbangan berdasar jenis kelamin serta kelompok usia,” papar Astriana (14/4/2020).
Astriana menjelaskan, responden mengisi daftar pertanyaan secara online, setelah dipilih secara acak dan dipastikan terkontak secara individual.
Hasil Survei
Sebagian besar responden (99,09 persen) mengetahui tentang merebaknya wabah Covid-19 di Indonesia, termasuk Kota Depok. Mayoritas responden (98 persen) juga mengetahui cara pencegahan penularan Covid-19.
Temuan selanjutnya, sebagian besar responden (93,08 persen) menyatakan setuju dengan kebijakan pembatasan gerak (social/physical distancing) Akan tetapi, lebih banyak responden yang memilih kebijakan ketat berupa karantina wilayah (59,93 persen) atau biasa disebut lockdown, dibanding dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (35,52 persen).
Astriana melanjutkan, mayoritas responden (79,96 persen) bersikap waspada terhadap Covid-19, sekitar 18,03 persen merasa khawatir atau takut, serta 2,01 persen memandang biasa saja.
Astriana menggarisbawahi terkait kesiapan warga Kota Depok menghadapi dampak dari Covid-19. Selisih antara warga yang siap menghadapi dampak dengan warga yang tidak siap cukup kecil. Warga Depok yang tidak siap menghadapi dampak corona perlu bantuan.
“Sebagian besar responden (55 persen) siap menghadapi dampak Covid-19. Namun, cukup besar responden (45 persen) yang menyatakan tidak siap. Warga yang tidak siap membutuhkan bantuan biaya hidup sehari-hari (53,23 persen), bantuan sembako (33,06 persen), makanan siap saji (4,03 persen). Hanya 9,68 persen yang berusaha mandiri,” ungkap Astriana.
Dampak dari corona yang paling berpengaruh ke warga adalah sektor ekonomi warga (85,64 persen), dampak sosial (7,55 persen), dampak keamanan (5,71 persen) dan dampak politik (1,10 persen).
Koordinator Sahabat Depok Anshari Tarmizie menambahkan, responden yang mengetahui merebaknya Covid-19 dan cara pencegahannya mayoritas didapat lewat media sosial (47,43 persen), lalu televisi (39,15 persen), aparat pemerintah (9,38 persen), dan teman (1,65 persen) atau sumber lain (2,39 persen).
“Temuan ini mengindikasikan media sosial merupakan sumber informasi terbesar. Sehingga Satgas Covid-19 Kota Depok harus memaksimalkan penggunaan saluran media sosial dengan menggandeng komponen di luar pemerintahan yang memiliki kompetensi guna menggaungkan informasi valid terkait Covid-19,” usul Anshari.
Anshari juga mencatat temuan terkait harapan masyarakat untuk perbaikan kinerja Pemerintah Daerah dalam menangani pandemi.
Secara kinerja penanggulangan Covid-19, mayoritas responden ingin agar ada peningkatan kinerja pemerintah daerah soal keterbukaan (37,85 persen), cepatnya pelayanan (33,98 persen) dan responsif menghadapi keluhan (27,18 persen).
“Artinya memang lagi-lagi informasi yang terbuka menjadi salah satu kebutuhan utama saat ini. Satgas Covid perlu memperbaiki organisasi penanganan wabah ini yang bisa dimonitor dan diukur setiap saat, sehingga setiap keluhan penanganan bisa terdokumentasi dan ditinjau untuk perbaikannya,” papar Anshari. Warga Depok yang memiliki potensi dan kompetensi perlu dilibatkan secara nyata.
Komunitas Sahabat Depok sendiri sudah menyalurkan bantuan Alat Perlindungan Diri (APD) untuk tenaga kesehatan di rumah sakit dan puskesmas, serta disinfektan dan sarana kesehatan untuk warga