Nilai tukar rupiah kembali menguat pada perdagangan Rabu (16/4/2020) kemarin melanjutkan kinerja impresif sejak pekan lalu.
Rupiah kemarin mengakhiri perdagangan di level Rp 15.550/US$, menguat 0,38% di pasar spot melansir data Refinitiv.
Dengan penguatan tersebut, rupiah kembali menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Bahkan salah satu terbaik di dunia jika dilihat sejak pekan lalu total rupiah sudah menguat 5,18%.
Stimulus moneter terbaru dari Bank Indonesia (BI) serta tanda-tanda bangkitnya perekonomian China menjadi pemicu penguatan rupiah kemarin.
Seperti diketahui sebelumnya, pada Selasa sore BI Gubernur BI, Perry Warjiyo, melalui video conference mengumumkan suku bunga (7 Day Reverse Repo rate) tetap sebesar 4,5%, lending facility menjadi 5,25% dan deposit facility 3,75%.
Tetapi Perry menegaskan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional dari dampak COVID-19, Bank Indonesia akan meningkatkan pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas (quantitative easing).
Sementara Rabu kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor Indonesia bulan lalu adalah US$ 14,09 miliar. Turun tipis -0,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meski terkontraksi (tumbuh negatif), tetapi lebih landai dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yaitu -6,5%.
Sementara nilai impor tercatat US$ 13,35 miliar, turun -0,75% dibandingkan periode yang sama pada 2019. Juga lebih landai ketimbang konsensus pasar yang memperkirakan di angka -8,24%.
Ini membuat neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 740 juta. Lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yang sebesar US$ 544 juta.
Kabar baiknya lainnya, data BPS menunjukkan ekspor China ke Indonesia pada Maret 2020 meningkat US$ 1 miliar dibandingkan Februari 2020. Pada Februari impor dari China tercatat US$ 1,98 miliar dan meningkat di Maret menjadi US$ 2,98 miliar.
“Peningkatan terbesar berasal dari Tiongkok. Recovery di sana cepat, sehingga impor dari Tiongkok Maret 2020 meningkat US$ 1 miliar,” jelas Kepala BPS Suhariyanto, Rabu (15/4/2020).
Bangkitnya perekonomian China tentunya memberikan bukti setelah pandemi COVID-19 perekonomian global bisa segera keluar dari resesi.
Di tengah kabar bagus tersebut terselip laporan yang kurang bagus dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang cukup membebani sentimen pelaku pasar.
Dalam laporan terbaru yang diberi judul The Great Lockdown, IMF memperkirakan ekonomi global akan mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif (-3%) pada tahun ini. Anjlok 6,3 poin persentase dibandingkan proyeksi yang dibuat pada Januari.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini diprediksi sangat dalam, yang cukup membuat sentimen pelaku pasar memburuk.
Tetapi, perekonomian Indonesia diprediksi tetap tumbuh, meski tipis 0,05%.
sumber : https://www.cnbcindonesia.com/